Cari
Kategori
- Non Fiksi (53)
- Novel (52)
- Kumpulan Cerita (27)
- kumpulan puisi (19)
- Pendidikan (18)
- motivasi (14)
- islami (5)
- kumpulan esai (4)
- Pendidikan Bahasa Inggris (2)
- komik (2)
- travel (2)
- Biografi (1)
- Bisnis (1)
- Filsafat (1)
- Kesehatan (1)
- Kumpulan Kisah Islami (1)
- kumpulan artikel (1)
Customer Service
Label:
Kumpulan Cerita
DETAIL
ORDER
Judul : Dongeng Anak tentang Kehidupan
Kode : KC-DAtK
ISBN : 978-602-1179-60-4
Kategori : Kumpulan Cerita
Penulis : Melda Yudi Ningsih
Harga : Rp. 35.000,-
Sosok cantik itu mengangguk, ia kembali masuk ke dalam sungai. Tak lama, sosok itu kembali dengan membawa sebuah parang.
"Inikah milikmu?" tanya Putri duyung itu.
"Itu bukan milikku." Jawab Dono begitu melihat parang dari perak dan berukir indah.
"Baiklah, tunggu sebentar." Kata Putri Duyung itu dan kembali ke dalam sungai.
"Kalau ini?" tanya Putri Duyung begitu kembali ke daratan, ditangannya memegang parang berkilauan terbuat dari emas murni.
Dono menggeleng pelan, "Bukan milikku. Parangku hanya terbuat dari besi."
(Cuplikan : Dono dan Joni)
Hujan semakin deras dan dari kejauhan terdengar suara-suara para kodok yang bermain air hujan dengan riang. Frengki meringkuk dalam kecemasan. Ia benar-benar berharap hujan cepat berhenti dan tidak pernah turun lagi.
Sejam berlalu, hujan mulai mereda dan akhirnya berhenti. Perlahan Frengki keluar dari gua persembunyiannya. Didapati teman-temannya yang tidur-tidur di pinggir karena kelelahan bermain dengan hujan.
"Wah, menyenangkan sekali! Semoga besok hujan turun lagi!" Ujar seekor kodok yang Frengki lewati.
"Semoga tidak!" Sahut Frengki dalam hati.
"Benar! Aku tak sabar menunggu hujan berikutnya." Sambung yang lain.
Frengki hanya menggeleng sedih mendengar teman-temannya yang entah mengapa sangat menyukai hujan. (Cuplikan : Frengki Kodok yang Takut Hujan)
Buku ini juga bisa didapatkan dalam bentuk digital di
Kode : KC-DAtK
ISBN : 978-602-1179-60-4
Kategori : Kumpulan Cerita
Penulis : Melda Yudi Ningsih
Harga : Rp. 35.000,-
Sosok cantik itu mengangguk, ia kembali masuk ke dalam sungai. Tak lama, sosok itu kembali dengan membawa sebuah parang.
"Inikah milikmu?" tanya Putri duyung itu.
"Itu bukan milikku." Jawab Dono begitu melihat parang dari perak dan berukir indah.
"Baiklah, tunggu sebentar." Kata Putri Duyung itu dan kembali ke dalam sungai.
"Kalau ini?" tanya Putri Duyung begitu kembali ke daratan, ditangannya memegang parang berkilauan terbuat dari emas murni.
Dono menggeleng pelan, "Bukan milikku. Parangku hanya terbuat dari besi."
(Cuplikan : Dono dan Joni)
Hujan semakin deras dan dari kejauhan terdengar suara-suara para kodok yang bermain air hujan dengan riang. Frengki meringkuk dalam kecemasan. Ia benar-benar berharap hujan cepat berhenti dan tidak pernah turun lagi.
Sejam berlalu, hujan mulai mereda dan akhirnya berhenti. Perlahan Frengki keluar dari gua persembunyiannya. Didapati teman-temannya yang tidur-tidur di pinggir karena kelelahan bermain dengan hujan.
"Wah, menyenangkan sekali! Semoga besok hujan turun lagi!" Ujar seekor kodok yang Frengki lewati.
"Semoga tidak!" Sahut Frengki dalam hati.
"Benar! Aku tak sabar menunggu hujan berikutnya." Sambung yang lain.
Frengki hanya menggeleng sedih mendengar teman-temannya yang entah mengapa sangat menyukai hujan. (Cuplikan : Frengki Kodok yang Takut Hujan)
Buku ini juga bisa didapatkan dalam bentuk digital di
GOOGLE PLAY BOOK
Mahoni,
Untuk Pemesanan Buku dalam format cetak, silakan isi form di bawah
Label:
Kumpulan Cerita
DETAIL
ORDER
Judul : Jentir
Kode : KC-J
ISBN : 978-602-1179-61-1
Kategori : Kumpulan Cerpen
Halaman : 196
Penulis : Cucuk Espe
Harga : Rp. 48.000,-
Semua yang hadir di ruangan itu tidak ada yang berkomentar. Kabut Jentir turun dengan cepat membingkai cahaya bulan turun di pucuk dedaunan jati. Dari sorot mata mereka, sepertinya membenarkan ungkapan Karto tadi. Desa Jentir memang selalu ditinggalkan oleh perempuan-perempuan menjelang dewasa. Jentir adalah kutukan –mitos sampai saat ini—bagi perempuan tersebut. Maka Warsi harus rela sesaat –atau mungkin selamanya—meninggalkan sejuk damai Desa Jentir.
Mbah Bibit berjalan dengan langkah gontai menuju pelataran rumahnya yang sepi. Di bawah keremangan rembulan, napasnya bergerisik berbaur dengan keluh dedaunan. Warsi telah menjalani pilihannya. Dan Jentir juga telah menjalani kodratnya. Siapa berani masuk Jentir? Menyelinap di antara pepohonan Jati yang selalu tegak menantang matahari. Biarlah Jentir damai dalam kabut.
Buku ini juga bisa didapatkan dalam bentuk digital di
Kode : KC-J
ISBN : 978-602-1179-61-1
Kategori : Kumpulan Cerpen
Halaman : 196
Penulis : Cucuk Espe
Harga : Rp. 48.000,-
Semua yang hadir di ruangan itu tidak ada yang berkomentar. Kabut Jentir turun dengan cepat membingkai cahaya bulan turun di pucuk dedaunan jati. Dari sorot mata mereka, sepertinya membenarkan ungkapan Karto tadi. Desa Jentir memang selalu ditinggalkan oleh perempuan-perempuan menjelang dewasa. Jentir adalah kutukan –mitos sampai saat ini—bagi perempuan tersebut. Maka Warsi harus rela sesaat –atau mungkin selamanya—meninggalkan sejuk damai Desa Jentir.
Mbah Bibit berjalan dengan langkah gontai menuju pelataran rumahnya yang sepi. Di bawah keremangan rembulan, napasnya bergerisik berbaur dengan keluh dedaunan. Warsi telah menjalani pilihannya. Dan Jentir juga telah menjalani kodratnya. Siapa berani masuk Jentir? Menyelinap di antara pepohonan Jati yang selalu tegak menantang matahari. Biarlah Jentir damai dalam kabut.
Buku ini juga bisa didapatkan dalam bentuk digital di
GOOGLE PLAY BOOK
Mahoni
Untuk Pemesanan Buku dalam format cetak, silakan isi form di bawah
Langganan:
Postingan (Atom)